Minggu, 22 November 2015

Apakah Semua Bid'ah itu Sesat?


Bagi yang ngotot bahwa Semua Bid'ah itu Sesat, harusnya ini jadi perhatian.

Al Qur'an asli itu Arab gundul. Tidak ada tanda baca dan nomor ayat. Karena bid'ah hasanahlah ada segala macam.
Bagi hafidz Al Qur'an, yg penting dibaca dan dihafal.

Jika anda mau membaca Al Qur'an sesuai Sunnah Nabi, jangan pegang itu Kitab Al Qur'an. Karena Nabi itu Ummi. Buta Huruf. Kitab Al Qur'an pun zaman Nabi belum ada. Masih terserak di pelepah kurma, kulit, dsb. Baru dibukukan pada zaman Khalifah Usman yang dikenal dgn Mushaf Usmani.

Itu pun tanda titik belum ada. Jadi anda tidak bisa membedakan huruf ba, ta, tsa, dan nun karena titik ini baru dibuat sekitar tahun 80 H (69 tahun setelah Nabi Wafat.

Kalau ngotot semua Bid'ah itu sesat, kenapa masih membagi Bid'ah jadi Bid'ah Dunia yang tidak sesat dan Bid'ah agama yang sesat?

Saat Khalifah Umar berkata "Ni'mal Bid'ah Hadzihi" (Sebaik2 bid'ah adalah ini) saat mengajak ummat Islam sholat tarawih berjama'ah yang jelas bid'ah agama (sholat), kenapa masih berdalih ada bid'ah yang lurus? Dibagi lagi oleh kelompok ini ada Bid'ah bahasa dan ada Bid'ah Istilah.

Mereka sendiri punya aqidah tauhid 3 (Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma wa Shifat) yang jelas2 bid'ah karena tak tercantum dalam Al Qur'an dan Hadits. Kalau aqidah / dasarnya sudah bid'ah / sesat, mau apalagi? Ini konsekwensi kalau mau bilang Semua Bid'ah itu sesat.

Bid’ah itu kata benda. Yang namanya benda, itu punya sifat. Baik atau buruk. Nah yang dilarang Nabi itu bid’ah yang buruk. Jika bid’ah baik, ya tidak dilarang. Sebaliknya sesuatu yang lama jika buruk, ya harus ditinggalkan. Misalnya sya’i dengan bertelanjang sebagaimana dilakukan kaum Jahiliyyah.
Loh KULLU itu kan artinya SEMUA, kata mereka. Meski benar begitu, kenyataannya para sahabat dan Imam Syafi’ie menyatakan ada bid’ah yang baik bukan? Ikuti pemahaman mereka.
Tidak selalu arti KULLU itu adalah SEMUA atau SELALU. Itu hanya secara umum/garis besar saja.
Contoh:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
“… dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup…” [Al Anbiyaa’ 30]
Meski di situ disebut dgn memakai kata KULLU yang artinya SEMUA, nyatanya jin diciptakan dari api dan malaikat dari Nur/cahaya. Jadi Kullu di situ bersifat umum saja. Tetap ada perkecualiannya.

Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H.
Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al Quran khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad.
Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain.


Dari Abdurrahman bin Abdul Qori yang menjelaskan: “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!” ((ni’mal bid’ah hadzihi))” (Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73).
Di situ Umar ra menyatakan di depan para sahabat bahwa ada Bid’ah yang baik! Ada bid’ah hasanah. Jadi keliru sekali jika menganggap tidak ada bid’ah hasanah. Semua bid’ah sesat dan masuk neraka.


“Dari Zaid bin Tsabit r.a. bahwa ia berkata: “Abu Bakar mengirimkan berita kepadaku tentang korban pertempuran Yamamah, setelah orang yang hafal Al-Qur’an sejumlah 70 orang gugur. Kala itu Umar berada di samping Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar mengatakan “Umar telah datang kepadaku dan ia mengatakan: “Sesungguhnya pertumpahan darah pada pertempuran Yamamah banyak mengancam terhadap para penghafal Al-Qur’an. Aku khawatir kalau pembunuhan terhadap para penghafal Al-Qur’an terus-menerus terjadi di setiap pertempuran, akan mengakibatkan banyak Al-Qur’an yang hilang. Saya berpendapat agar anda memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan Al-Qur’an”. Aku (Abu Bakar) menjawab: “Bagaimana aku harus melakukan suatu perbuatan sedang Rasul SAW tidak pernah melakukannya?”. Umar r.a. menjawab: “Demi Allah perbuatan tersebut adalah baik”. Dan ia berulangkali mengucapkannya sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana ia melapangkan dada Umar. Dalam hal itu aku sependapat dengan pendapat Umar.
Zaid berkata: Abu Bakar mengatakan: “Anda adalah seorang pemuda yang tangkas, aku tidak meragukan kemampuan anda. Anda adalah penulis wahyu dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu telitilah Al-Our’an dan kumpulkanlah….!” Zaid menjawab: “Demi Allah andaikata aku dibebani tugas untuk memindahkan gunung tidaklah akan berat bagiku jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini”.
Saya mengatakan: “Bagaimana anda berdua akan melakukan pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasululah SAW?”. Abu Bakar menjawab: “Demi Allah hal ini adalah baik”, dan ia mengulanginya berulangkali sampai aku dilapangkan dada oleh Allah SWT sebagaimana ia telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.
Selanjutnya aku meneliti dan mengumpulkan Al-Qur’an dari kepingan batu, pelepah kurma dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur’an, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat At-Taubah dari Abu Khuzaimah Al-Anshary yang tidak terdapat pada lainnya (yaitu):
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat baginya apa yang kamu rasakan, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung. (At-Taubah: 128-129). [HR Bukhari]
Di hadits di atas, Abu Bakar ra, Umar bin Khoththob ra, dan Zaid bin Tsabit ra sepakat bahwa pembukuan Al Qur’an itu adalah bid’ah. Tidak pernah dilakukan di zaman Nabi. Namun mereka kemudian yakin itu adalah Bid’ah yang baik. Bid’ah Hasanah!

http://kabarislamia.com/2014/12/12/bidah-hasanah-itu-ada/

Jika tidak mengenal bid'ah hasanah, tahunya semua bid'ah itu sesat, maka orang ini bisa jadi sesat. Bisa jadi bangkrut. Karena dia akhirnya jadi suka memfitnah orang2 Islam sbg sesat karena kejahilannya. Padahal label sesat itu bisa balik kepadanya dan menyakiti muslim dgn lisan dan tulisan itu dosa.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11]

“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.” [HR Bukhari]

Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/10/26/jangan-mudah-mengkafirkan-sesama-muslim/


Tidak ada komentar:

Situs Syiar Islam

Info Indonesia